Nike Ardilla bukan sekadar penyanyi lagu rock atau balada. Ia bukan hanya cuma penyanyi wanita dengan wajah cantik. Nike, yang meninggal di usia 19 tahun pada 19 Maret 1995, merupakan legenda sekaligus fenomena di dunia musik Indonesia.
Penyanyi bernama asli Raden Rara Nike Ratnadilla Kusnadi tersebut membuat album debut pertama kali pada 1988, atau di usianya 13 tahun, dengan tajuk 'Hanya Satu Nama'. Namun album itu baru dirilis 2013 lalu.
Album pertama kali yang dirilis Nike Ardilla merupakan Seberkas Sinar pada 1989, setahun setelah Hanya Satu Nama. Seberkas Sinar tercatat sukses di pasaran dengan angka penjualan mencapai 500 ribu kopi. Angka tersebut tergolong luar biasa untuk album solo dari musisi debutan nan sangat muda.
Selepas itu, Nike merilis satu album setiap tahun. Dan setiap tahun pula, album Nike laris bak kacang rebus di musim penghujan.
Album Bintang Kehidupan (1990) tercatat terjual 2 juta kopi, Nyalakan Api (1991) terjual 1,75 juta, Matahariku (1992) terjual 1,5 juta kopi, Biarlah Aku Mengalah (1993) terjual 2 juta kopi, Biarkan Cintamu Berlalu (1994) terjual 1,25 juta kopi, dan Sandiwara Cinta (1995) terjual 2 juta kopi.
Bahkan Nike juga merilis beberapa album di Malaysia, salah satunya adalah album bertajuk Duri Terlindung (1994) yang terjual sekitar 1,25 kopi. Meskipun, album itu sebenarnya adalah album Biarkan Cintamu Berlalu yang dirilis dengan judul berbeda
Nike bukan hanya sukses dari segi bisnis. Kemampuan dan bakatnya diakui berbagai pihak. Ia mendulang banyak penghargaan baik di dalam dan luar negeri. Bahkan dirinya kerap hilir-mudik tampil di berbagai negara, hingga ke Eropa dan Amerika.
Kesuksesan Nike Ardilla, seperempat abad lalu, bak tak terhentikan. Hingga kematian merenggut dirinya dari dunia fana pada 19 Maret 1995.
Pengamat musik Wendi Putranto menyebutkan pada dekade 1980-an, industri musik Indonesia sedang dalam kondisi sehat. Banyak musisi di fase tersebut mendulang penjualan kaset sebanyak ratusan hingga jutaan kopi.
Meski begitu, capaian Nike Ardilla tetap sebuah hal yang fantastis. Apalagi, enam album penyanyi asal Bandung tersebut mencapai jutaan kopi, dan tiga di antaranya sukses menembus dua juta kopi.
Wendi menyebutkan ada empat faktor yang membuat Nike Ardila mampu mereguk kesuksesan, yaitu paras rupawan, usia muda, berprestasi, dan berkarakter rock.
Nike Ardilla, disebut Wendi, menjadi pembeda di antara musisi yang kala itu memilih menyanyikan lagu pop cengeng, istilah dari mantan Menteri Penerangan (saat ini Kemkominfo) Indonesia Harmoko untuk lagu pop bernuansa sendu. Pop cengeng sempat dilarang oleh Harmoko.
Kesuksesan karakter vokal ini tak terlepas dari bakat alami dan pendidikan yang dialami Nike sejak belia. Ia sudah les vokal di Himpunan Artis Penyanyi dan Musisi Indonesia (HAPMI) sejak usia tujuh tahun, dan berlatih tiga hari dalam sepekan, masing-masing sekitar dua jam.
"Yang melatih dua guru, guru olah sukma Ajie Esa Poetra dan ada guru teknik vokal Deni Kantong. Seusai latihan kadang Nike suka diminta menghafal lagu, mungkin buat membentuk karakter," kata Raden Alan Yudi, kakak kandung Nike Ardilla saat ditemui dalam kesempatan terpisah.
Latihan tanpa pengujian adalah percuma. Itulah yang dilakukan oleh orangtua Nike untuk mempertajam bakat Neneng. Dan terbukti, berbagai festival menyanyi yang dijalani Nike mempertajam bakatnya dan mengantarkan ia menjadi pemenang.
Sekaligus, berbagai festival itu pula yang mempertemukan Nike dengan wartawan senior Denny Sabri dalam sebuah acara di Karang Setra, Bandung. Denny yang memiliki label Denny's International itu kerap mengorbitkan penyanyi muda yang berkualitas, termasuk dengan Nike Ardilla.
Denny perlahan mengorbitkan Nike dengan membuat nama panggung Nike Astrina. Kala itu, Nike ingin dibentuk menjadi penyanyi rock perempuan alias lady rocker dan menjadi penerus Nicky Astria. Namun nama "Astrina" kemudian diganti dengan "Ardilla" kala Nike di bawah arahan Deddy Dores.
Dengan tambahan nama "Ardilla", ketenaran Nike semakin melambung seiring cap lady rocker yang kadung menempel dengan dirinya. Mengutip tulisan Denny Sakrie bertajuk '45 Tahun Perjalanan Musik Ian Antono', Nike Ardilla adalah salah satu lady rocker Indonesia era 1980-an selain Nicky Astria, Anggun C Sasmi, Mel Shandy, Cut Irna, Ita Purnamasari dan Lady Avisha.
"Pada saat itu belum ada yang berpikir tentang brand (julukan) di industri musik Indonesia. Istilah lady rocker itu hadir waktu itu untuk membedakan para penyanyi genre ini dengan para penyanyi pop cengeng yang sedang booming," kata Wendi.
Di sisi lain, kesuksesan dan popularitas yang diraih oleh Nike Ardilla mampu dijaga dengan baik semasa dirinya hidup. Menurut Alan, peran sang ayah sebagai manajer Nike sangat besar dalam menjaga hubungan baik dengan media yang kala itu memegang peranan penting untuk citra seorang tokoh.
Alan menyebut, sang ayah selalu menerima tawaran manggung untuk Nike Ardilla. Kuncinya, tak boleh ada jadwal yang bentrok sehingga ia menyediakan papan khusus untuk memantau jadwal Nike. Padahal, biaya membawa Nike manggung tak sedikit.
"Dulu booking itu jauh-jauh hari, datang ke rumah Maret buat manggung bulan Agustus. Bayaran kisaran Rp1 juta, paling tinggi pernah Rp2,5 juta di Ambon satu panggung sama Anggun. Dulu bayaran segitu banyak, USD [dolar Amerika] masih Rp2.500 [per dolar]," kata Alan.
Hubungan baik dan pengelolaan karier yang mumpuni membuat karier dan gema Nike Ardilla tetap terjaga. Apalagi, faktor fan Nike yang berkarakter militan turut dijaga dengan baik.
Bahkan penggemar yang tergabung dalam Nike Ardilla Fans Club (NAFC) selalu memperingati kematian Nike dengan ziarah pada akhir pekan yang paling berdekatan dengan taggal 19 Maret. Wendi menilai Nike menyandang status cult yang dalam bahasa Indonesia berarti dipuja.
"Mirip dengan Elvis Presley versi betina. Seluruh Indonesia berduka cukup lama saat Nike wafat karena kecelakaan mobil di Bandung tahun 1995.
Seperti wafatnya presiden, stasiun TV nasional setiap hari membombardir acara mereka dengan kepergian Nike Ardilla yang tragis," kata Wendi.
"Bahkan bisa dibilang, tak banyak di Indonesia penyanyi yang sudah wafat namun popularitasnya masih bertahan sampai sekarang, Nike salah satunya. (Kesuksesan Nike) Agak sulit untuk diulangi. She's one in a million." lanjut Wendi.